Dulu saya pernah bertemu dengan seseorang, sebut saja XY.
XY sosok yang sangat positif terhadap siapapun meski orang-orang di sekitarnya memiliki sikap2 licik dan jahat terhadapnya.
Prinsip XY adalah jika kita berfikir dan bersikap positif terhadap siapapun, pasti Tuhan akan memberi energi positif yang melindungi XY dan merubah orang-orang licik dan jahat selama hidupnya.
Ya, sangat kuat prinsip itu melekat pada citra wataknya.
XY sosok yang sangat positif terhadap siapapun meski orang-orang di sekitarnya memiliki sikap2 licik dan jahat terhadapnya.
Prinsip XY adalah jika kita berfikir dan bersikap positif terhadap siapapun, pasti Tuhan akan memberi energi positif yang melindungi XY dan merubah orang-orang licik dan jahat selama hidupnya.
Ya, sangat kuat prinsip itu melekat pada citra wataknya.
Saya pun tersenyum sambil berkata padanya: "Suatu saat dirimu akan paham bagaimana menempatkan diri, menggunakan akal fikirmu, dan bertindak agar dirimu selamat dari orang-orang licik jahat yang terpendam tanpa dirimu ketahui sebelumnya. Ilmumu akan bertambah kelak".
Saya ikuti terus perjalanan hidupnya dan kudapati suatu saat XY ini merenung sambil bersedih: " Mengapa orang-orang di depanku sering memiliki niat licik dan jahat di belakang, yang mana itu tidak pernah tampak dari sikap perbuatan sehari-hari? Begitu teganya mereka padaku?".
Saya mencoba menghibur: " Itulah manusia saudaraku XY. Prinsip hidupmu itu negatif/ positif side, bukan Zero (nol) Side. Jika seseorang menempatkan dirinya di sisi positif maka selamanya dia tak akan pernah memahami sisi negatif manusia, begitu pula sebaliknya. Ada kebaikan dan keburukan yang akan selalu berdampingan sampai kapanpun. Akan selalu ada 2 hal berbeda yang akan selalu berdampingan hingga kapanpun. Seorang manusia akan mampu memahami sekaligus bersikap dan bertindak tepat jika dia mampu menempatkan diri di Zona Zero (Nol). Di Zona Zero ini, manusia tanpa muatan baik dari dalam dirinya maupun dari luar. Energinya bersih, cemerlang, laksana cermin.
Selalu berfikir positif/ negatif saja terhadap makhluk Allah itu adalah sikap berlebihan karena mengedepankan ego manusia atas pilihan sikapnya, dan itu bukan manusia.
Bahwasanya manusia itu dianugerahi akal fikiran dan budi, adalah untuk mampu merenungi atas seluruh kejadian yang menimpanya, bukan malah mengedepankan keharusan untuk menentukan sikap fikiran positif/ negatif saja.
Selalu berfikir positif/ negatif saja terhadap makhluk Allah itu adalah sikap berlebihan karena mengedepankan ego manusia atas pilihan sikapnya, dan itu bukan manusia.
Bahwasanya manusia itu dianugerahi akal fikiran dan budi, adalah untuk mampu merenungi atas seluruh kejadian yang menimpanya, bukan malah mengedepankan keharusan untuk menentukan sikap fikiran positif/ negatif saja.
Sikapmu selama ini yang selalu berfikir positif terhadap orang lain adalah baik namun keliru dari niat. Niatmu bukan atas Allah namun berdasar toleransimu, sungkanmu terhadap manusia di depanmu. Ada orang baik juga ada orang jahat, itu sudah pasti. Kepastian sunatullah ini kamu abaikan dengan dalih pokoknya jika saya berfikir positif maka semua akan positif di sekitarmu. Seluruh manusia itu ibarat menapak Siratal Mustakim, yang diberi jalan sangat tajam sehingga butuh kehati-hatian, waspada dalam hidupnya. Jika berjalan di atas titian Siratal Mustakim saja dirimu mengabaikan kewaspadaan atas kanan dan kiri, niscaya dirimu akan tergelincir. Itulah hidup dan tidak ada enaknya hidup di dunia itu.
Jika dirimu menganggap enak hidup di dunia itu, berarti ada kesombongan pada dirimu. Ada hujan, manusia mengeluh banjir, bocor, gagal panen dll. Ada kemarau pun juga sama, mengeluh panas, kekurangan air, dll. Satu kejadian itu saja sudah menunjukkan bahwa tidak mudah hidup di dunia ini. Jadi jangan anggap enteng semua kejadian selama hidup kita.
Yang harus manusia lakukan adalah merenung sehingga menimbulkan rasa syukur atas dua hal berbeda yang selalu berdampingan di dunia ini. Syukuri hujan-kemarau, suami-istri, baik-buruk, dll. Jika diri sudah paham itu, maka gunakan akal fikir budimu untuk memanajemen dua hal perbedaan tersebut atas ridho Allah SWT. Ini memang sulit, namun kita harus sama-sama belajar untuk lebih memahami masing-masing sisi yang berbeda sehingga diri kita mampu berjalan tegak di atas jalan Kalimatullah."
FITRULLAH
Global Researcher
Global Researcher
Note: gambar diambil dari internet dan bersifat ilustrasi semata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar